Disebutkan dalam kitab Kasyfudz Dzunun bahwa para ulama yang
menulis syarah Alfiyah lebih dari 40 orang. mereka ada yg menulis dengan
panjang lebar, ada yang singkat, bahkan ada pula yang belum selesai. disamping
itu ada pula kreasi dari para ulama yang memberikan catatan pinggir ( hasyiah)
pada kitab-kitab syarah Alfiyah Ibnu Malik.
Kitab syarah Alfiyah yang ditulis pertama adalah karya putra Ibnu Malik
sendiri, yang bernama Muhammad Badruddin. Syarah yang ditulis putranya ini
banyak mengkritik pemikiran nahwiyah dari ayahnya, seperti kritikan tentang
maf'ul mutlaq, tanazu', dan sifat mutasyabihat. Terlihat aneh memang kritikan
ini, namun putranya tetap bersikukuh tentang perlunya penataan ulang pada
tulisan ayahnya. Atas dasar keyakinan tersebut Muhammad Badruddin membuat Alfiyah
tandingan, yang syawahidnya menggunakan ayat-ayat Al- Qur'an.
Apa yang dilontarkan Muhammad Badruddin memang rasional, namun
hampir semua pakar nahwu tahu bahwa tidak semua teks Al-Quran bisa disesuaikan
dengan teori-teori nahwiyah yang sudah dianggap baku oleh ulama.
Putra Ibnu Malik yang masa mudanya tinggal di Kota Ba'labak ini
merupakan kritikus yang handal, hanya saja dia sering mendukung teori-teori
nahwu yang syadz. Maka tidak heran bila banyak penulis syarah Alfiyah
sesudahnya tidak segan memberikan ralat atas alur pemikiran putra Ibnu Malik
tsb. Diantara ulama tersebut adalah Ibnu Hisyam, Ibnu ‘Aqil, dan Al Asymuni.
banyak juga ulama besar yang
menulis hasyiah untuk kitabnya, seperti kitab karya Ibnu Jama'ah, Al ‘Aini, Zakaria
Al Anshori, As Suyuthi, Ibnu Qosim Al ‘Abbadi, dan Qodhi Taqiyuddin Ibnu Abdil Qodir
At Tamimiy.
Selain putra Ibnu Malik banyak penulis-penulis syarah Alfiyah yang terkenal,
antara lain Imam Al Muradi, Ibnu Hisyam, Ibnu ‘Aqil, dan Al Asymuni.
Al-Muradi yang wafat tahun 749 H menulis dua kitab syarah untuk
kitab Tashilul Fawaid dan Nadzam Alfiyah, keduanya adalah karya Imam Ibnu
Malik. Meskipun syarah ini tidak popular di Indonesia, tetapi
pendapat-pendapatnya banyak dikutip oleh ulama lain, antara lain Imam Ad Damaminiy
(wafat 827 H).
Ad Damaminiy adalah sastrawan besar, dan ketika beliau menulis juga
Syarah Tashilul Fawaid maka karya Al Muradi dijadikan sebagai kitab rujukan. Begitu
juga Al Asymuni ketika menulis Syarah Alfiyah dan Ibnu Hisyam ketika menyusun
Al Mughni banyak mengutip pemikiran Al Muradi yang merupakan murid Abu Hayyan
ini.
Ibnu Hisyam (wafat 761 H) adalah ahli nahwu raksasa yang
karya-karyanya banyak dikagumi oleh ulama berikutnya. Diantara karya itu adalah
syarah Alfiyah yang diberi nama Audhohul Masalik. Dalam kitab ini beliau banyak menyempurnakan definisi
suatu istilah yang konsepnya telah disusun oleh Imam Ibnu Malik, seperti
definisi tentang tamyiz.
Beliau juga banyak menertibkan kaidah-kaidah yang antara satu sama
lain sering bertemu, seperti kaidah-kaidah pada bab tamyiz. Tentu saja, beliau
tidak terpaku pada madzhab Andalusia saja, tetapi juga mengutip madzhab Kufah, Bashrah
dan lainnya.
Kitab ini cukup menarik, sehingga banyak ulama besar yang menulis
hasyiahnya. Antara lain Hasyiah As Suyuthi, Hasyiah Ibnu Jama’ah, Hasyiah putra
Ibnu Hisyam Sendiri, Hasyiah Al ‘Aini, Hasyiah Al Karkhi, Hasyiah As Sa’di Al
Maliki Al Makki, dan yang menarik lagi adalah catatan kaki (ta’liq) bagi kitab Al
Audhoh yang disusun oleh Khalid Ibnu Abdullah Al Azhari (wafat 905 H).
Adapun Ibnu Aqil (wafat 769 H) adalah ulama kelahiran Aleppo,
Syiria dan pernah menjabat sebagai penghulu besar di Mesir. Karya tulisnya
banyak, tetapi yang terkenal adalah Syarah Alfiyah. Syarah ini sangat sederhana
dan mudah dicerna oleh pemula yang ingin memepelajari Alfiyah Ibnu Malik.
Beliau mampu menguraikan bait-bait Alfiyah secara metodologis,
sehingga terungkaplah apa yang dimaksudkan oleh Imam Ibnu Malik. Dan Syarah
Alfiyah inilah yang paling banyak beredar di Pondok Pesantren di Indonesia dan
paling banyak dibaca oleh kaum santri. Terhadap syarah ini ulama berikutnya
tampil membuat hasyiahnya, antara lain Hasyiah Ibnul Mayyit, Hasyiah Athiyatul
Ajhuri, Hasyiah Asy Syuja’i dan Hasyiah Al Khudhoriy.
Syarah Alfiyah yang hebat lagi adalah Manhajus Salik Karya Al
Asymuni (wafat 29 H). Syarah ini sangat kaya akan informasi, dan sumber
kutipannya sangat bervariasi. Syarah ini bias dinilai sebagai kitab nahwu yang
paling sempurna, karena memasukkan berbagai pendapat madzhab dengan
argumentasinya masing-masing.
Dalam syarah ini banyak mengutip pendapat ulama-ulama yang menulis
syarah Alfiyah sebelumnya. Bahkan mengutip juga pendapat Ibnu Malik sendiri
yang dituangkan dalam kitab Al Kafiyah yang tidak terdapat dalam Alfiyah. Dan semua
kutipan-kutipan itu diletakkan pada posisi yang tepat dan disajikan secara sistematis,
sehingga para pembaca mudah menyelusuri suatu pendapat dari sumber aslinya. Sehingga
kitab ini banyak memiliki hasyiah juga, antara lain ; Hasyiah Hasan Ibnu Ali Al
Mudabbighi, Hasyiah Ahmad Ibnu Umar Al Asqothi, Hasyiah Al Hifni, dan Hasyiah
Asy syabban.
Kembali ke :
"Bagian 1"
Kembali ke :
"Bagian 1"
Kembali ke Bagian 2 :
Kembali ke bagian 3 :
0 komentar:
Posting Komentar