Suatu Ketika, di sebuah majelis tempat mujahadah, Nampak seorang pemuda yang denga nagak tegang menanti Abuya Dimyathi Banten yang sedang sibuk dengan wirid-wirid ba’da sholat. Pemuda itu duduk bersila menanti beliau selesai wiridan. Di depan pemuda itu tergeletak sebuah botol air mineral, tampaknya ia ingin agar Abuya Dimyathi membacakan do’a dan meniup air mineral tersebut untuk tabarrukan. Jika melihat penampilannya kelihatan bahwa pemuda itu ingin nyantri ke Abuya Dimyathi.
Ketika dilihatnya bahwa Abuya Dimyathi telah selesai
melafalkan wirid-wiridnya dan selesai melaksanakan sholat sunnah, raut pemuda
itu Nampak berbinar.
“Mau apa?” tanya Abuya ketika pemuda itu menghampiri dan
menycup kedua tangan beliau. Maksud Abuya dengan pertanyaan itu adalah “Ada
kepentingan apa?”. Memang Abuya Dimyathi sering mengucapkan pertanyaan itu
kepada tamu-tamunya.
“Mau mondok di tempat Abuya” jawab pemuda tersebut
dengan raut muka agak tegang.
“Mau Mondok?” tanya Abuya dengan suara agak keras. Pemuda
itu tampak kaget dengan reaksi Abuya Dimyathi, lalu dengan suara yg
tersendat-sendat pemuda itu Kembali berkata : “Saya mau mondok, Abuya “.
“Kalau mau mondok kenapa tidak di Jakarta saja” Tanya Abuya
Dimyathi.
Mendengar jawaban Abuya tersebut pemuda itu malah
semakin bingung dan terlihat clingukan.
“La iya… kalua mau mondok kenapa tidak di Jakarta
saja, disana kan banyak pondok, ada ada pondok indah, pondok gede, dan
semacamnya” lanjut Abuya Dimyathi.
Sayangnya, pemuda tersebut belum paham juga dengan
maksud ucapan Abuya Dimyathi. Untuk mencairkan suasana, Abuya Dimyathi berkata
lagi : “Di sini mah pesantren, tempat ngaji”.
Dug,,, Si pemuda itupun sekarang paham arah dari
perkataan-perkataan Abuya Dimyathi. Karena seharusnya pemuda itu bilang “ Saya
mau nyantri” atau “Saya mau ngaji”.
Abuya Dimyathi nampaknya ingin memberi pemahaman
kepada pemuda itu bahwa “pesantren” dan “kos-kos’an” amatlah jauh berbeda.
0 komentar:
Posting Komentar